Penulis : Janan, S.Pd. (Kepala SDIT Al Ibrah)
sditalibrah.sch.id – Gresik. Setiap tanggal 2 Mei, kita memperingati Hari Pendidikan Nasional bukan sekadar mengenang sosok Ki Hajar Dewantara, tetapi juga sebagai momen untuk merenungkan: sudahkah kita benar-benar memerdekakan pendidikan, atau justru masih membelenggunya dengan cara-cara lama?
Tahun 2025 menjadi tahun yang krusial bagi arah baru reformasi pendidikan Indonesia. Pemerintah melalui Kemendikbudristek telah mengusung sejumlah agenda penting seperti penguatan Kurikulum Merdeka, revitalisasi guru, pemajuan teknologi pendidikan, hingga penekanan pada kesejahteraan mental peserta didik.
Baca juga : SDIT Al Ibrah Gresik Gelar Qur’an Camp: 82 Siswa Berlomba Menuntaskan Hafalan Juz 30
Salah satu reformasi Pendidikan Indonesia yang dipersiapkan oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Bapak Abdul Mu’ti adalah pembelajaran mendalam (deep learning) yang berfokus pada tiga pilar utama: mindful, meaningful, dan joyful.
· Mindful Learning: Kesadaran bahwa setiap siswa memiliki karakteristik dan kebutuhan belajar yang berbeda, sehingga pendekatan pembelajaran harus disesuaikan.
· Meaningful Learning: Pembelajaran yang relevan dan bermakna, menghubungkan materi dengan konteks kehidupan nyata siswa.
· Joyful Learning: Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan untuk meningkatkan motivasi dan keterlibatan siswa.
Semua ini bertujuan menyiapkan generasi muda Indonesia yang adaptif, berdaya saing, namun tetap berakar pada nilai-nilai kemanusiaan dan kebhinekaan.
Namun, pertanyaannya: sudahkah kita siap menyongsong masa depan pendidikan yang kita cita-citakan bersama itu?
Memahami Arah Reformasi Pendidikan 2025
Reformasi pendidikan saat ini tidak lagi hanya bicara soal peningkatan angka partisipasi sekolah atau kelulusan semata. Arah baru yang sedang dibangun adalah membentuk ekosistem pendidikan yang lebih luwes, relevan, dan manusiawi. Ini tercermin dalam semangat Merdeka Belajar, yang menempatkan murid sebagai subjek aktif dalam pembelajaran, dan guru sebagai fasilitator yang memberdayakan.
Baca juga : Dukungan Penuh! Wali Siswa dan Ananda Bersemangat Hadiri Tes Seleksi Program Kelas Takhassus SDIT Al Ibrah
Di bawah arah ini, pendidikan didorong untuk:
- Lebih kontekstual, membumi dengan kebutuhan lokal.
- Lebih fleksibel, memberi ruang kreativitas bagi guru dan siswa.
- Lebih adil, menjangkau mereka yang selama ini tertinggal oleh sistem.
(Sumber: Rencana Strategis Kemendikbudristek 2025–2029; Paparan Menteri Nadiem Makarim di Rakornas Pendidikan 2025.)
Menyiapkan Guru sebagai Agen Perubahan
Tak ada reformasi pendidikan yang bisa berhasil tanpa peran guru. Di balik setiap inovasi, ada guru yang menggerakkan. Maka, guru tak cukup hanya menjadi pengajar materi, melainkan harus menjadi agen perubahan: pemimpin pembelajaran yang reflektif, pembelajar sepanjang hayat, dan pejuang keadilan akses pendidikan.
Yang perlu disiapkan oleh guru antara lain:
- Kompetensi pedagogik yang adaptif, termasuk dalam penerapan pembelajaran berdiferensiasi.
- Kecakapan digital, agar tidak tertinggal dari anak didik.
- Kemampuan refleksi diri dan pengembangan profesional berkelanjutan, seperti melalui Platform Merdeka Mengajar.
(Sumber: Modul Guru Penggerak, Platform Merdeka Mengajar.)
Menghidupkan Merdeka Belajar Secara Nyata
Merdeka Belajar bukan slogan, tetapi paradigma baru. Ia akan benar-benar hidup ketika:
- Guru memberi ruang eksplorasi, bukan hanya mendikte.
- Siswa belajar dengan tujuan, bukan hanya karena tugas.
- Sekolah membangun budaya kolaboratif, bukan kompetitif semata.
Untuk itu, guru perlu menyusun pembelajaran berbasis proyek, memberi umpan balik yang membangun, dan menyediakan ruang aman bagi murid untuk bertanya, mencoba, bahkan gagal.
(Sumber: Panduan Implementasi Kurikulum Merdeka, Kemendikbudristek.)
Berinvestasi pada Infrastruktur dan Keadilan Akses
Tak semua anak punya ruang kelas yang nyaman. Tak semua guru mengajar dengan proyektor dan internet stabil. Maka, reformasi pendidikan hanya akan bermakna jika akses terhadap pendidikan yang layak merata bagi semua.
Guru dapat:
- Memetakan hambatan belajar siswa secara personal.
- Mengembangkan bahan ajar alternatif.
- Membangun jejaring komunitas belajar atau kolaborasi lintas lembaga.
(Sumber: Indeks Pemerataan Akses Pendidikan Bappenas 2024.)
Kesehatan Mental dan Lingkungan Belajar yang Seimbang
Setelah pandemi, kita belajar bahwa kesehatan mental adalah pondasi dari keberhasilan belajar. Sekolah yang ramah, relasi yang sehat, dan beban belajar yang manusiawi akan menciptakan murid-murid yang tangguh dan bahagia.
Guru berperan sebagai penjaga iklim kelas. Ia perlu:
- Menyisipkan pembelajaran sosial-emosional dalam keseharian.
- Mengenali gejala stres atau burnout pada siswa.
- Menjadi teladan dalam mengelola emosi dan tekanan.
(Sumber: Panduan Kesehatan Mental Sekolah – UNICEF & Kemenkes RI.)
Hari Pendidikan Nasional 2025 harus menjadi pengingat bahwa pendidikan masa depan tidak menunggu. Ia sedang kita bangun hari ini—dari ruang kelas, dari tangan guru, dari kebijakan yang berpihak, dan dari hati yang percaya bahwa setiap anak Indonesia layak tumbuh menjadi versi terbaik dirinya.
Baca juga : Munaqasyah Tahsin : Wujud Cinta SDIT Al Ibrah pada “SANG MUHAIMIN”
Kita tidak butuh pendidikan yang hanya hebat di atas kertas. Kita butuh pendidikan yang menghidupkan harapan, menumbuhkan manusia, dan menggerakkan masa depan.
“Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani.”
Di depan, guru memberi teladan. Di tengah, guru menggerakkan. Di belakang, guru menguatkan.
Saatnya kita semua ikut mengambil peran. Selamat Hari Pendidikan Nasional 2025.
Recent Comments