Penulis : Ustd. Wahdiyatul Masruroh, S.Pd.

sditalibrah – Gresik. Setiap generasi punya kisahnya sendiri. Tahun 2025, SDIT Al Ibrah kembali menorehkan kebanggaan dengan meluluskan 108 siswa-siswi terbaiknya. Setelah melalui serangkaian ujian akademik maupun non-akademik—dari ujian praktik, try out, ujian tahsin-tahfidz hingga ujian akhir tahun—akhirnya tiba saat yang dinanti: sejenak meregangkan pikiran dan menyulam kenangan lewat kegiatan Eksplorasi Budaya Jogja Istimewa.

Kegiatan ini diinisiasi oleh Generasi ke-14 SDIT Al Ibrah atau yang dikenal sebagai ExfourVision, dan didukung penuh oleh pihak sekolah bersama Komite Orangtua. Perjalanan dilaksanakan pada tanggal 17–18 Juni 2025, dan menjadi momen penting untuk menggali nilai budaya, sejarah, serta mempererat kebersamaan sebelum para siswa melangkah ke jenjang pendidikan berikutnya.

Doa dan Harapan dari Masjid Islamic Centre

Perjalanan dimulai Selasa malam, pukul 21.30 WIB. Seluruh siswa kelas enam berkumpul di Masjid Islamic Centre, Gresik. Kegiatan dilepas langsung oleh Kepala SDIT Al Ibrah, Ustadz Janan, S.Pd. Dalam sambutannya, beliau mengingatkan pentingnya menjaga kebersihan, adab, dan semangat selama perjalanan. Doa keberangkatan pun dipanjatkan, memohon kelancaran dan keberkahan dari Allah SWT.

Tiga bus pariwisata nyaman milik Travel Nusaraya membawa rombongan menuju Kota Pelajar. Dalam perjalanan, mereka singgah di sebuah Masjid Al Muttaqun Prambanan. Di sana, para siswa melaksanakan shalat tahajjud, berdzikir, murojaah, dan melanjutkan dengan shalat Subuh berjamaah—sebuah pelajaran spiritual yang mengakar dalam nilai ibrah.

Lava Tour : Petualangan Bermakna di Jejak Letusan Merapi

Setibanya di Jogja, destinasi pertama yang dituju adalah kawasan Gunung Merapi. Udara sejuk pegunungan menyambut rombongan SDIT Al Ibrah di pagi hari. Setelah menyantap sarapan khas Nusantara di Warunge Mbah Kung, para siswa bersiap memulai petualangan tak terlupakan: Jeep Lava Tour. Dengan formasi 4–5 siswa per jeep, mereka menyusuri jalur ekstrem berbatu, berkelok, dan menanjak, menyusuri bekas-bekas aliran lahar dan lereng yang dahulu dilalap awan panas.

Sepanjang perjalanan, para siswa menyaksikan sendiri jejak kedahsyatan Gunung Merapi yang pernah meletus dengan kekuatan luar biasa. Pepohonan yang tinggal batang, batu-batu besar yang terhempas dari kawah, dan lanskap yang tandus namun memukau menyiratkan kekuatan alam yang tak bisa dilawan. Semua itu menjadi pelajaran diam tentang ketidakberdayaan manusia di hadapan kehendak-Nya, sekaligus pengingat akan pentingnya hidup selaras dengan alam.

Salah satu titik penting yang disinggahi adalah Museum Sisa Hartaku, yang kini menjadi simbol peringatan dan ketabahan. Di dalamnya, tergambar jelas betapa bencana telah mengubah segalanya. Ada jam dinding yang berhenti tepat di waktu erupsi, seakan waktu membeku di tengah kepanikan. Perabot rumah tangga yang meleleh, rangka sepeda motor yang hangus, hingga kerangka hewan ternak—semua menjadi saksi bisu kedahsyatan erupsi tahun 2010. Namun dari puing-puing itu juga terlihat jejak kekuatan hati manusia yang memilih bangkit, bukan menyerah.

Petualangan berlanjut ke The Lost World Park, sebuah kawasan yang dulunya tertutup lahar dan kini disulap menjadi taman edukasi yang menggugah. Para siswa belajar bahwa dari reruntuhan bisa tumbuh harapan. Dari sana, perjalanan berlanjut ke Tugu Triangulasi, sebuah patok peta Jogja yang berada di tengah hamparan hijau dan pepohonan tinggi, menjadi titik hening bagi sebagian siswa untuk merenung.

Petualangan ditutup dengan sesi off-road yang memacu adrenalin di Kalikuning. Roda jeep memercikkan air, melintasi sungai kecil dan lumpur, disambut teriakan antusias, gelak tawa, dan takbir penuh semangat. Seperti hidup, jalur yang dilalui tak selalu datar dan mulus—kadang licin, menanjak, atau bahkan terasa tak mungkin dilewati. Namun selama ada doa, ikhtiar, dan semangat, jalan keluar akan selalu ditemukan.

Dari lereng Merapi, para siswa pulang membawa lebih dari sekadar foto atau oleh-oleh. Mereka pulang dengan jiwa yang lebih lapang, mata yang lebih terbuka, dan hati yang lebih mengerti bahwa di balik bencana, ada hikmah yang membentuk ketangguhan sejati.

Titik Nol: Belajar dari Akar Sejarah

Di jantung nadi Kota Yogyakarta, para siswa-siswi ExfourVision menapak pelan di kawasan Titik Nol Kilometer—sebuah tempat yang tampak sederhana, namun menyimpan makna yang dalam. Dikelilingi bangunan bersejarah seperti Gedung BNI 1946, Benteng Vredeburg, Kantor Pos Pusat, serta tidak jauh dari Keraton Yogyakarta, kawasan ini adalah saksi bisu perjalanan panjang sejarah bangsa. Di sanalah, setiap langkah menjadi pelajaran, setiap bangunan menjadi narasi, dan setiap sudut menjadi pengingat bahwa kemerdekaan dan kebudayaan bangsa ini tumbuh dari akar yang kuat.

Titik Nol bukan sekadar penanda koordinat, tapi simbol awal mula. Ia mengajarkan bahwa dalam kehidupan, ada saatnya kita harus kembali ke awal—mengingat siapa diri kita, dari mana kita berasal, dan untuk apa kita melangkah. Di tempat ini, para siswa tak hanya diajak melihat masa lalu, tapi juga merenungkan masa depan: bahwa menjadi generasi emas berarti memahami sejarah bangsanya sebagai fondasi untuk membangun yang lebih baik.

Sembari berjalan kaki menyusuri trotoar berornamen khas Jogja, para siswa mendengarkan penjelasan tentang perjuangan rakyat Jogja dalam mempertahankan kedaulatan, tentang peran Yogyakarta sebagai Ibu Kota sementara saat Republik di ujung tanduk, dan tentang semangat juang yang tak pernah padam dari para pemuda saat itu—semangat yang kini diwariskan kepada mereka.

Momen istimewa pun hadir saat rombongan berhenti sejenak mencicipi gudeg khas Jogja, sebuah kuliner yang tak hanya memanjakan lidah, tapi juga menyimpan filosofi hidup: bahwa manisnya hasil hanya lahir dari proses yang sabar dan penuh ketekunan. Di balik kelembutan rasa gudeg, tersembunyi pesan: bahwa mendidik diri sendiri juga butuh waktu, kesabaran, dan cinta.

Tak berhenti di situ, siswa-siswi juga belajar mengolah cokelat lokal menjadi produk kreatif. Aktivitas ini bukan hanya menyenangkan, tapi juga menanamkan nilai-nilai penting: bahwa kreativitas mampu mengubah sesuatu yang biasa menjadi luar biasa, dan bahwa inovasi adalah bentuk lain dari cinta pada negeri. Mereka belajar, bahwa generasi masa depan bukan hanya harus cerdas, tapi juga harus mampu memberi nilai tambah bagi lingkungannya.

Dari Titik Nol Jogja, mereka tidak hanya membawa pulang pengetahuan baru, tetapi juga semangat lama yang diperbarui: bahwa belajar tidak pernah memiliki titik akhir. Selama nafas masih ada, semangat untuk tumbuh harus terus menyala—sebab perjalanan mencintai negeri ini dimulai dari mengenal akarnya sendiri.

Heha Sky View: Menatap Senja, Menata Makna

Sore hari dengan keindahan senja di Heha Sky View, salah satu destinasi wisata terbaik di ketinggian Bukit Patuk, Gunungkidul. Dari tempat ini, kami bisa melihat hamparan Kota Jogja dari atas—bangunan-bangunan kota, lalu lintas jalan, sawah-sawah di kejauhan, serta sinar lampu yang mulai menyala perlahan menjelang malam. Angin sepoi-sepoi dan langit yang mulai jingga menambah suasana reflektif yang menyentuh hati.

Di titik ini, para siswa diajak merenungi perjalanan mereka. Bahwa hidup adalah rangkaian fase: dari anak-anak menuju remaja, lalu tumbuh dewasa. Dari atas bukit, mereka belajar melihat kehidupan dengan sudut pandang yang lebih luas. Bukan hanya sekadar pemandangan yang indah, tetapi juga makna yang dalam: semakin tinggi kita memandang, semakin luas cakrawala berpikir yang bisa dijangkau.

Senja di HeHa menjadi pengingat lembut, bahwa waktu terus berjalan. Tak ada yang bisa menghentikannya, tetapi kita bisa menjadikannya bermakna dengan terus berbuat kebaikan. Rasa syukur pun memenuhi hati, menutup hari dengan tenang dan penuh harapan.

Lebih dari Sekadar Wisata

Eksplorasi budaya ini bukan sekadar wisata. Ia adalah perpaduan antara petualangan, pembelajaran, spiritualitas, dan nilai-nilai kehidupan. Jogja telah memberi ruang bagi ExfourVision untuk belajar, berefleksi, dan berproses menjadi pribadi tangguh dan berkarakter.

Kisah ini akan tersimpan dalam kenangan. Seperti Jogja yang istimewa, perjalanan ini pun istimewa—bagi mereka yang telah menjadi bagian darinya.