Saat itu, saya baru saja selesai mengajar di kelas satu. “Ustadzah, pensilku hilang. Aku sudah mencarinya tapi belum ketemu,” begitu rengek Aruna, salah satu siswa di kelas tersebut. Saya pun berusaha membantunya mencari lagi pensilnya yang hilang. Sayangnya, pensil milik  Aruna belum ditemukan. Sedangkan saya  harus bergegas menuju kelas lain. Saya kemudian berusaha memberi pengertian bahwa nanti ustazah akan membantunya lagi. Sayangnya, Aruna mulai menangis.

Beruntung wali kelasnya segera menenangkan Aruna sehingga saya bisa meninggalkan kelas itu dan mengajar di kelas lainnya.

Selepas mengajar, saya bertanya kepada ustazah wali kelas tentang apa yang telah dia lakukan kepada Aruna sehingga Aruna bisa segera tenang dan tidak menangis lagi meski pensilnya belum ditemukan.

Ustazah wali kelas menceritakan bahwa dia hanya memeluk Aruna dan mengatakan bahwa nanti dia akan membantu Aruna mencari kembali pensilnya itu.

Kejadian  itu mengingatkan saya pada putra kedua saya yang lebih suka dipeluk ketika dia sedang marah atau bersedih. Saat dipeluk, perasaan sedih atau marahnya akan berkurang. Begitu juga saat dia ingin menyatakan rasa sayangnya, maka dia akan memeluk saya.

Hal berbeda, saya dapatkan pada salah seorang anak didik lainnya yang ketika sedih atau marah, dia kemudian akan dengan mudah menyampaikan uneg-uneg atau perasaanya setelah dia diajak ngobrol secara khusus.

Mengenal Love Language Anak Didik

Menjadi guru tidak sekedar menyiapkan rencana pembelajaran, lembar kerja, media pembelajaran dan sebagainya. Agar pembelajaran lebih efektif, guru pun harus mengenal gaya dan modalitas belajar siswa.

Nyatanya, selain itu semua, guru juga harus membangun hubungan yang lebih dekat dan positif dengan siswa. Salah satunya yaitu dengan belajar mengenal love language anak-anak didiknya.

Dengan mengenal love language (bahasa cinta) ini akan memengaruhi cara kita sebagai guru saat berinteraksi dan berkomunikasi dengan anak didik di kelas.

Macam-macam Love Language

Istilah love language ini kali pertama dikenalkan oleh Gary Chapman dalam bukunya “The Five Love Language“. Dalam buku tersebut, Gary Chapman menyatakan bahwa setiap individu memiliki cara berbeda dalam menyatakan dan menerima kasih sayang.

Berikut lima macam love language yang dijelaskan oleh Chapman.

1. Word of Affirmation (Kata-kata Penghargaan)

Kamu hebat, atau ternyata kamu bisa diandalkan, atau kata-kata afirmasi lainnya adalah kata-kata yang sangat berdampak besar kepada anak didik kita yang memiliki kata-kata penyemangat sebagai love language mereka.

Dalam keseharian membersamai anak-anak di kelas, guru bisa mengambil hati anak-anak didiknya dengan memberikan kata-kata positif ini.

2. Acts of Service

Bagi anak didik dengan love language ini, tindakan nyata dan membantunya menjadi cara untuk menaklukkan hatinya. Tentunya bukan berarti guru terus menerus membantu anak didiknya dalam mengerjakan tugas-tugasnya. Namun, dengan mendukung proses pembelajaran dan perkembangan siswa. Salah satunya yaitu guru bisa memberikan umpan balik yang konstruktif pada tugas atau proyek siswa.

3. Receiving Gifts (Menerima Hadiah)

Beberapa individu baru merasa dicintai ketika mereka mendapatkan hadiah. Bagi beberapa anak didik kita, ketika guru memberikan hadiah kepada mereka, mereka akan merasa disayang oleh sang guru.

Tentunya penting bagi guru untuk memilih atau merancang hadiah dengan mempertimbangkan minat dan kebutuhan anak didiknya. Tujuan utama dari love language ini adalah memberikan sesuatu yang memiliki nilai simbolis dan menunjukkan perhatian serta apresiasi guru kepada siswa.

4. Quality Time (Waktu yang Berkualitas)

Bahasa cinta yang satu ini yaitu dengan memberikan waktu yang berkualitas bersama. Salah satu bentuk bahasa quality time yaitu guru bisa memberikan bimbingan pribadi kepada anak didiknya atau dengan adanya konsultasi individu dengan anak didik terkait perkembangan akademis atau hal lainnya.

Mengalokasikan waktu dan memberikan perhatian penuh selama interaksi dengan siswa adalah cara efektif untuk menyatakan kasih sayang melalui quality time.

5. Physical Touch ( Sentuhan Fisik)

Untuk bahasa cinta ini, tentunya guru tetap harus memperhatikan norma etika. Serta tentunya, sentuhan fisik harus tetap mengacu pada profesional dan pantas.

Guru bisa memberikan pelukan singkat untuk memberikan penguatan kepada anak didik yang mengalami kesulitan atau menghadapi masalah. Bisa pula dengan memberikan tepukan pelan di punggung atau dengan memberikan sentuhan tangan sebagai bentuk dukungan guru kepada anak didiknya.

Penting bagi guru untuk memerhatikan reaksi anak didiknya dan menghormati preferensi serta batasan pribadi mereka terkait sentuhan fisik. Komunikasi terbuka dan izin terlebih dulu merupakan kunci dalam menggunakan sentuhan fisik sebagai bahasa cinta dalam konteks pendidikan.

Dengan memahami lima bahasa cinta, harapannya tentu agar dapat menciptakan ikatan yang kuat antara guru dan anak didiknya. Hal ini juga akan membantu mereka merasa dihargai, didengar, dan didukung dalam proses pembelajaran.