Penulis : Ust. Janan, S.Pd. (Kepala SDIT Al Ibrah)

sditalibrah – Gresik. Setiap tahun, Idul Adha datang dengan gema takbir yang menggetarkan langit dan bumi. Di balik kemeriahan dan rutinitas menyembelih hewan kurban, sesungguhnya terdapat pelajaran yang dalam bagi kita—terutama bagi kita yang diberi amanah mendidik: sebagai orangtua di rumah, maupun guru di sekolah. Peristiwa ini bukan sekadar kisah masa lampau; ia adalah sumber hikmah yang terus hidup, mengajari kita tentang arti kepasrahan, keikhlasan, dan pendidikan hati.

1. Ibrahim dan Ismail: Keteladanan dalam Mendidik dengan Iman

Ketika Nabi Ibrahim AS mendapat perintah dari Allah melalui mimpi untuk menyembelih putranya, Ismail AS, beliau tidak serta-merta memaksakan kehendak. Justru, ia mengajak anaknya berdialog:

“Wahai anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!”
(QS. As-Saffat: 102)

Dan Ismail menjawab dengan kedewasaan yang luar biasa:

“Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”

Inilah potret hubungan ayah dan anak yang dibangun di atas fondasi iman dan kasih sayang. Bagi orangtua dan guru, ini menjadi isyarat bahwa pendidikan terbaik adalah ketika anak merespon bukan karena takut, tapi karena paham. Karena dihargai pendapatnya. Karena sudah tumbuh rasa percaya kepada nilai-nilai Ilahi yang diajarkan.

2. Kurban: Melatih Anak Meninggalkan yang Disukai demi Kebaikan

Ritual penyembelihan hewan kurban tidak hanya mendidik kita untuk berbagi dengan sesama, tetapi juga menjadi simbol penting bagi pendidikan karakter. Anak-anak perlu belajar bahwa dalam hidup, tak semua keinginan harus dituruti. Ada kalanya kita harus “mengorbankan” kesenangan demi kebaikan yang lebih besar.

Allah berfirman:

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.”
(QS. Al-Hajj: 37)

Sebagai orangtua dan guru, kita bisa memaknai Idul Adha sebagai momen membentuk karakter anak: mengajarkan arti keikhlasan, membiasakan berbagi, dan membimbing mereka belajar bahwa pengorbanan itu adalah bagian dari cinta yang tulus, bukan paksaan.

Baca juga : HATI-HATI..!! Pujian Kurang Tepat Melemahkan Mental Anak

3. Kepasrahan kepada Allah: Teladan bagi Anak dalam Menghadapi Ujian

Perjalanan hidup Nabi Ibrahim dan Ismail adalah kisah pasrah yang penuh kesadaran. Tidak ada pemberontakan, tidak ada keluhan. Justru ada penerimaan yang tenang, karena mereka tahu bahwa perintah Allah pasti mengandung hikmah.

Sebagai orangtua dan guru, kita sering menemui situasi sulit: anak yang membangkang, murid yang sulit diatur, kondisi ekonomi yang menantang, atau harapan-harapan yang tak selalu tercapai. Namun, dari Idul Adha kita belajar: kepasrahan bukan bentuk kelemahan, melainkan bentuk kekuatan spiritual. Dengan hati yang pasrah, kita bisa mengajar dan mendidik tanpa beban ambisi pribadi, tetapi dengan cinta dan tawakal.

Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa kalian dan harta kalian, tetapi Dia melihat kepada hati dan amal kalian.”
(HR. Muslim)

4. Mengajarkan Anak Menjadi Manusia yang Tangguh dan Tulus

Dari peristiwa ini, kita sebagai pendidik bisa menanamkan kepada anak-anak: bahwa menjadi manusia sejati bukan berarti selalu menang atau selalu mendapatkan apa yang diinginkan, tetapi bisa rela memberi, tulus membantu, dan berani memilih yang benar meski sulit. Inilah inti dari pesan Idul Adha: membentuk pribadi yang kuat secara spiritual dan lembut secara sosial.

Baca juga : MABIT-MU KELAS 5 SDIT AL IBRAH: MENUMBUHKAN KARAKTER DAN SEMANGAT JUANG

Mari kita tidak hanya berhenti pada kegiatan menyembelih hewan dan membagikan daging. Lebih dari itu, mari kita hidupkan ruh kurban di rumah dan di sekolah. Ajarkan anak-anak kita untuk punya hati yang rela memberi, punya iman yang kokoh dalam ujian, dan punya jiwa yang besar dalam mencintai Allah dan sesama manusia.

Semoga setiap tetes darah hewan kurban menjadi saksi atas keikhlasan kita. Dan semoga peristiwa agung ini terus membimbing kita menjadi pendidik yang bukan hanya mengajarkan ilmu, tapi juga menanamkan nilai kehidupan—dengan cinta, kesabaran, dan keteladanan. – Wallahu a’lam bish shawab.

Semoga bermanfaat…